Rabu, 06 September 2017

Imunisasi MR, Manfaat, Efek Samping dan Permasalahannya

 

 

Saat ini Indonesia sedang meningkatkan perhatian untuk melakukan eliminasi Campak dan Rubella, yang juga merupakan prioritas Regional dan Global. Di Indonesia Vaksin campak secara rutin diberikan kepada semua anak, dibagi menjadi dua dosis pada 9 bulan dan 18 bulan. Kini vaksin Rubella akan ditambahkan (M menjadi MR) dalam program Imunisasi Nasional. Campak dan Rubella adalah penyakit infeksi menular melaui saluran nafas yang disebabkan oleh virus. Anak dan orang dewasa yagn belum pernah mendapat imunisasi Campak dan Rubella atau yang belum pernah mengalami penyakit ini beresiko tinggi tertular. Tidak ada pengobatan untuk penyakit Campak dan Rubella namun penyakit ini dapat dicegah. Imunisasi dengan vaksin MR adalah pencegahan terbaik untuk penyakit Campak dan Rubella. Satu vaksin mencegah dua penyakit sekaligus.
Penyakit Bila Tidak Diimunisasi MR
    • CAMPAK Campak dapat menyebabkan komplikasi yang serius seperti diare, radang paru peunomia, radang otak (ensefalitis), kebutaan, gizi buruk dan bahkan kematian. Gejala penyakit Campak adalah demam tinggi, bercak kemerahan pada kulit disertai dengan batuk, pilek dan mata merah (konjungtivitis). Virus campak biasanya menyerang anak. Apabila menyerang orang dewasa, biasanya gejalanya akan jauh lebih berat. Sedangkan virus rubella, baik pada anak maupun dewasa, hanya akan mengalami gejala ringan. Serangan virus akan lebih dasyat jika menyerang wanita hamil, yang dampak negatifnya bayi dapat lahir dengan cacat.
    • RUBELA. Rubella biasanya berupa penyakit ringan pada anak, akan tetapi bila menulari ibu hamil pada trimester pertama atau awal kehamilan, dapat menyebabkan keguguran atau kecacatan pada bayi yang dilahirkan. Gejala penyakit Rubella tidak spesifik bahkan bisa tanpa gejala. Gejala umum berupa demam ringan, pusing, pilek, mata merah dan nyeri dan persendian. Mirip gejala flu. Gejala rubella dimulai dengan demam ringan, anak terlihat sakit ringan yang diikuti dengan munculnya ruam kemerahan yang dimulai dari wajah dan meluas ke seluruh tubuh. Jika diraba di leher bagian belakang, terasa ada pembesaran kelenjar getah bening. Biasanya seteah 3 hari demam turun tanpa meninggalkan bercak kecokelatan. Anak cepat pulih dan nafsu makan membaik. Virus ini jarang menimbulkan komplikasi. Komplikasi justru timbul apabila virus menyerang wanita hamil. Janin pada ibu tersebut akan mengalami gejala berat. Apabila virus menyerang di trimester pertama, bisa mengakibatkan keguguran. Apabila menyerang ibu hamil di trimester kedua, si ibu akan melahirkan bayi dengan kelainan yang disebut sebagai congenital rubella syndrome yang ditandai dengan ukuran kepala yang kecil, buta, tuli, dan cacat mental.
    • Sindrom rubela kongenital. Rubela dikenal masyarakat luas sebagai campak jerman. Infeksi rubela jika terjadi pada bayi, anak, atau orang dewasa tidak berakibat fatal, tetapi jika terjadi pada ibu hamil dan virus tersebut menginfeksi janin yang sedang dalam kandungan akan berakibat fatal dan dapat menyebabkan sindrom rubela kongenital. Sindrom rubela kongenital (SRK) adalah suatu kumpulan gejala penyakit terdiri dari katarak (kekeruhan lensa mata), penyakit jantung bawaan, gangguan pendengaran, dan keterlambatan perkembangan, termasuk keterlambatan bicara dan disabilitas intelektual. Sindrom rubela kongenital disebabkan infeksi virus rubela pada janin selama masa kehamilan akibat ibu tidak mempunyai kekebalan terhadap virus rubela. Seorang anak dapat menunjukkan satu atau lebih gejala SRK dengan gejala tersering adalah gangguan pendengaran
vaksin MR
  • Vaksin MR adalah kombinasi vaksin Campak atau Measles (M) dan Rubella (R) untuk perlindungan terhadap penyakit Campak dan Rubella.
  • Vaksin yang digunakan telah mendapat rekomendasi dari WHO dan izi edar dari Badan POM. Vaksin MR persen efektif untuk mencegah penyakit Campak dan Rubella.Vaksin ini aman dan telah digunakan di lebih dari 141 negara di dunia.
  • Imunisasi MR diberikan untuk semua anak usia 9 bulan sampai dengan kurang dari 15 tahun selama kampanye imunisasi MR.
  • Selanjutnya, imunisasi MR masuk dalam jadwal imunisasi rutin dan diberikan pada anak usia 9 bulan, 18 bulan, dan kelas 1 SD/sederajat menggantikan imunisasi Campak.
  • Orang dewasa dapat pula diberikan vaksin ini, terutama sebelum hamil. Untuk info lebih lanjut konsultasikan dengan dokter rumah sakit, puskesmas, atau pusat kesehatan lainnya. Hanya saja, program nasional vaksin MR untuk anak yang dilaksanakan oleh pemerintah ini gratis. Jika Anda yang berusia di atas 15 tahun dan melakukan vaksin di rumah sakit/pusat kesehatan lain dan di luar dari jadwal program nasional pemerintah ini, maka akan dikenakan biaya sesuai dengan yang diberlakukan rumah sakit atau pusat kesehatan tersebut.
Efek samping
  • Tidak ada efek samping dalam imunisasi.
  • Demam ringan, ruam merah, bengkak ringan dan nyeri di tempat suntikan setelah imunisasi adalah reaksi normal yang akan menghilang dalam 2-3 hari.
  • Kejadian ikutan pasca imunisasi yagn serius sangat jarang terjadi.
  • Vaksin MR tidak menyebabkan autism. Sampai saat ini belum ada bukti yang mendukung bahwa imunisasi jenis apapun dapat menyebabkan autisme.
Imunisasi MR Program Pemerintah
  • Apabila anak telah diimunisasi Campak,  perlu mendapat imunisasi MR karena  untuk mendapat kekebalan terhadap Rubella.
  • Apabila anak telah mendapat imunisasi MMR, apakah masih perlu mendapat imunisasi MR karena untuk memastikan kekebalan penuh terhadap penyakit Campak dan Rubella. Imunisasi MR aman diberikan kepada anak yang sudah mendapat vaksin MMR
  • Imunisasi MR aman bagi anak yang telah mendapat 2 dosis imunisasi Campak.
Perbedaan vaksin MR dan MMR
  • Vaksin MR mencegah penyakit Campak dan Rubella. Vaksin MMR mencegah penyakit Campak, Rubella dan Gondongan.
  • Diberikan  vaksin MR bukan MMR  Saat ini pemerintah memprioritaskan pengendalian Campak dan Rubella karena bahaya komplikasinya yang berat dan mematikan.
  • Virus ini menyebabkan kematian dan kecacatan yang bermakna pada anak-anak di Indonesia dan di dunia. Dan untuk mematikan virus ini secara global, maka perlu dilakukan vaksin missal pada anak-anak di Indonesia. Tujuannya agar di generasi mendatang vaksin ini benar-benar musnah.
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 4 tahun 2016.
  • Imunisasi pada dasarnya dibolehkan (mubah) sebagai bentuk ikhtiar untuk mewujudkan kekebalan tubuh (imunitas) dan mencegah terjadinya penyakit tertentu.
  • Dalam hal jika seseorang yang tidak diimunisasi akan menyebakan kematian, penyakit berat, atau kecacatan permanen yagn mengancam jiwa, berdasarkan pertimbangan ahli yang kompeten dan dipercaya, maka imunisasi hukumnya wajib.

Selasa, 31 Januari 2017

                                          IMUNISASI TT PADA IBU HAMIL

Kehamilan merupakan suatu peristiwa yang luar biasa dan sangat ditunggu oleh pasangan suami istri. Untuk mendapatkan bayi yang sehat diperlukan upaya pencegahan-pencegahan yang bertujuan agar bayi yang dilahirkan tidak terkena suatu penyakit salah satu diantaranya adalah imunisasi TT yang bertujuan untuk mencegah penyakit tetanus neonatorum
Penyakit tetanus neonatorum adalah suatu penyakit pada bayi baru lahir yang disebabkan oleh masuknya bakteri clostridium tetani ke dalam tubuh, biasanya kuman masuk melalui luka tali pusat karena pemotongan yang tidak steril atau perawatan tali pusat yang tidak memenuhi standar kesehatan misalnya ditaburi abu dapur atau atau ramuan tertentu.
Tanda-tanda Tetanus neonatorum adalah
  • Bayi tiba-tiba tidak bias menyusu
  • Mulut mencucu seperti mulut ikan
  • Mudah sekali dan sering kejang terutama jika disentuh, terkena sinar atau mendengar suara
  • Wajah mungkin kebiruan
  • Kadang ada demam
Tanda-tanda teyanus neonatorum ini timbul antara hari ke 3-14 post partum tetapi kadang lebih lambat. Hal-hal yang mempengaruhi terjadinya tetanus neonatorum adalah
  • Pemotongan tali pusat bayi dengan menggunakan alat yang tidak bersih
  • Luka tali pusat kotor  atau tidak bersih karena diberi ramuan
  • Ibu tidak mendapat imunisasi lengkap sehingga bayi yang dikandung tidak kebal terhadap penyakit tetanus neonatorum
Sebagian besar bayi yang terkena penyakit tetanus neonatorum meninggak dalam beberapa hari, untuk itu diperlukan upaya untuk mencegah terjadinya penyakit tersebut.
Upaya untuk mencegah terjadinya penyakit tetanus neonatorum
  • Pertolongan persalinan dengan teknik Asuhan Persalinan Normal
  • Mengurangi persalinan oleh dukun tidak terlatih atau melakukan pendampingan persalinan
  • Perawatan tali pusat yang bersih
  • Memberikan kekebalan bayi baru lahir dengan memberikan kekebalan dengan imunisasi DPT, DT dan TT pada anak sekolah dan imunisasi TT pada wanita usia subur
Cara perawatan tali pusat
  • Cuci tangan sebelum membersihkan tali pusat
  • Tali pusat dibersihkan setiap pagi dengan air bersih
  • Luka tidak dibubuhi ramuan atau obat obatan
  • Luka ditutup kassa kering
Yang dilakukan bila bila terkena tetanus
  • Membawa bayi baru lahir secepatnya ke puskesmas atau rumah sakit  secepatnya karena semakin cepat mendapat pertolongan bayi akan kemungkinan akan dapat ditolong
  • Segera melaporkan kejadian tetanus neonatorum ke puskesmas terdekat
Imunisasi TT diberikan kepada calon ibu sebanyak dua kali dengan tujuan untuk memberikan kekebalan pada ibu dan bayinya dari penyakit tetanus. Imunisai TT diberikan secara booster untuk mendapatkan kekebalan yang sempurna. Imunisasi TT 1 hanya memberikan kekebalan selama satu bulan sehingga bayi belum kebal terhadap tetanus .
Jadwal pemberian imunisasi
  • Pada ibu hamil
  • TT I : Segera setelah ada tanda kehamilan
  • TT II: satu bulan setelah TT 1
  • TT I : Pada saat pendaftaran nikah
  • TT II: satu bulan setelah TT 1
  • Pada calon pengantin
Jadwal Imunisasi TT long life
No TT Interval Lama perlindungan
1 I Suntikan pertama 4 minggu
2 II 4 minggu setelah suntikan  pertama 6 bulan
3 III 6 bulan setelah suntikan kedua 1 tahun
4 IV 1 tahun dari suntikan ke -3 5 tanun
5 V 1 tahun dari suntikan ke -4 25 tahun

Dimana ibu bias mendapatkan imunisasi TT
  • Posyandu
  • PKD
  • Puskesmas
  • Rumah sakit
  • Dokter atau bidan praktek swasta
Anjuran untuk ibu hamil
  • Bila ibu belum mendapat imunisasi TT anjurkan ibu untuk memeriksakan kehamilannya dan mendapat imunisasi TT sebanyak 2x atau sesuai jadwal TT long life sebelum usia kehamilan 8 bulan
  • Minum tablet Fe minimal 90 tablet
  • Periksa kehamilan minimal 4X
  • 1x pada trimester pertama sebelum kehamilan 4 bulan
  • 1x pada trimester ke-2
  • 2x pada trimwester ke-3.

Pulau Pahawang Lampung


Minggu, 29 Januari 2017

AUDIT MATERNAL PERINATAL

(AMP)

 

 

A. Pengertian
Audit medik menurut the British Government dalam Lembaran Putihnya Working for Patient yaitu analilis yang sistemaits dan ktitis tentang kualitas pelayanan medik, didalamnya ada :
  1. Kualitas hidup dan luaran ( outcome ) untuk pasien.
  2. Prosedur yang dipakai untuk mendiagnosis dan mengobati.
  3. Penggunaan sumber-sumber dengan tujuan pelayanan yang diberikan oleh pasien.
B. Tiga persyaratan Audit Medik yang perlu dipenuhi :
1. Audit Medik
yaitu komponen penting dalam quality assurance dan merupakan bagian dasar dalam proses pengelolaan. Semua aktifitas medik dapat di audit, semua aktifitas yang berhubungan dengan dokter diembel-embeli kata medik. Di bidang perinatal misalnya bidan-perawat istilah menjadi audit klinik.
2. Sistematis
harus secara sistematis karena tidak semua kegiatan dapat di audit secara bersamaan. Subjek yang akan di audit harus dipelajari secara cermat, audit dilakukan secra ilmiah seperti penelitian klinik.
3. Kritis
diperlukan review oleh peergroup. Peserta audit harus mengerti atas keadaannya dan harus berani mengungkapkan kenyataan yang ada. Siapa saja yang ikut audit tidak boleh merasa terancam karena kesalahan bukan semata kesalahan perseorangan tetapi kesalahan sistem. Jika audit dilakukan secara benar maka semua permasalahan akan terungkap. Kasus yang sifatnya sangat pribadi dapat dilakukan audit tersendiri.
Pada satu audit diperlukan dua atau lebioh dokter spesialis senior agar audit mendengarkan pula pendapat para senior. Audit harus lebih menonjolkan fakta (evidence) ketimbang ideologi atau opini seorang ahli sekalipun.
C. Kualitas Pelayanan
Menurut Maxwell dalam British Medical Journal 1984 dan Maresh dalam bukunya Audit in Obstetrics and Gynaecology dikatakan dimensi pelayanan mencakup :
  1. Pelayanan yang efektif : satu kondisi telah dikelola dengan luaran yang dapat diterima
  2. Pelayanan yang aman : satu kondisi yang telah dikelola dengan komplikasi yang minimum
  3. Kepuasan pasien : pasien telah dikelola secra efektif dan aman
  4. Pelayanan yang efisien : sumber-sumber yang ada telah dimanfaatkan sebaik mungkin
  5. Pelayanan yang Equitable : pelayanan dapat di berikan secara umum kepada siapa saja
  6. Relevan bagi masyarakat : pelayanan kesehatan harus di hubungkan dengan penyediaan pelayanan secara keseluruhan dan tidak hanya pada sekelompok orang
Quality assurance sinonim dari audit medik dapat disebut sebagai komponen kunci satu pelayanan kesehatan yang berkualitas.
D. Pengelolaan Kualitas secara Menyeluruh
Berwick, yang dikutip oleh Maresh dalam bukunya Audit in Obstetrics and Gynaecology menyimpulkan bahwa ada beberapa prinsip yang perlu dipahami dan disepakati untuk mencapai pengelolaan Kualitas yang Menyeluruh ( total quality assurance ) :
  1. Keinginan untuk perbaikan
  2. Batasan kualitas
  3. Mengukur kualitas
  4. Memahami kebebasan antara
  5. Mengetahui sistem
  6. Modal dalam pembelajaran
  7. Pengurangan biaya
  8. Komitme pimpinan
E. Klasifikasi audit secara umum :
  1. Audit tentang struktur : struktur berhubungan dengan fasilitas dari satu pusat pelayanan ke pusat pelayanan yang lain, dari RS propinsi dengan RS kabupaten/kota dapat berbeda.
  2. Audit tentang proses : yang diaudit adalah satu pusat kesehatan dalam memberikan pelayanannya. Umumnya pelayanan yang baik berakhir dengan outcome yang baik.
  3. Audit tentang outcome : audit yang megukur dari satu pengelolaan / menjadi tolak ukur satu pelayanan merupakan kegiatan terpenting dari satu audit dan sering menjadi bagian paling sulit. Audit outcome bagian yang terpenting hasilnya harus disepakati secara diskriminatif karena standar yang dipakai serta fasilitas yang ada sangat berbeda dari satu pusat pelayanan ke pusa pelayanan lain.
Klasifikasi rasional : klasifikasi lain yang dipakai AMP yaitu struktur untuk menemukan kekurangan dalam pelayanan kesehatan dengan menganalisis perempuan dan lingkungan, keadaan administratif dan kualitas pelayanan itu sendiri.
 
F. Masalah yang berhubungan dengan pasien ( perempuan dan lingkungannnya )
  1. Masalah yang berhubungan langsung dengan perempuan itu sendiri, misal pengetahuan
  2. Pengaruh keluarga pada perilaku perempuan
  3. Pengaruh lingkungan / masyarakat disekitar perempuan, misal ada tidaknya telepon untuk memanggil ambulans atau tekanan dari masyarakat untuk lebih baik pergi ke dukun
G. Masalah Administratif
  1. Transportasi
  2. Kendala untuk mencapai pusat pelayanan kesehatan
  3. Tidak adanya fasilitas
  4. Kurangnya tenaga kesehatan yang terlatih
  5. Komunikasi
H. Pelayanan Standar Kesehatan
  1. Pelayanan antenatal
  2. Pelayanan antepartum
  3. Pelayanan postpartum
  4. Kedaruratan
  5. Resusitasi
  6. Anestesi
I. Informasi yang Hilang
Misal : tidak adanya catatan medik
 
J. Proses audit fenomena yang berdaur :
  1. Dimulai mempelajari dan menyatujui masalah apa yang akan dibicarakan. Masalah harus diberi batasan yang jelas
  2. Standar prosedur dan terapi harus tegas
  3. Informasi apa yang dapat diambil dari audit
  4. Informasi yang didapat dibandingkan dengan standar yang telah disepakati
  5. informasi yang didapat disampaikan pada satu pertemuan audit
  6. Dibuat rekomendasi dari apa yang telah di setujui menuju perbaikan
  7. Implementasi rekomendasi tersebut
  8. Proses tersebut di audit ulang secara berkala
K. Pelaksanaan AMP di Indonesia
AMP menurut Departemen Kesehatan adalah suatu kegiatan untuk menelusuri kembali sebab kesakitan dan kematioan ibu dan perinatal dengan tujuan mencegah kesakitan dan kematian yang akan datang.
Dari kegiatan ini dapat ditentukan :
  1. Sebab dan faktor-faktor terkait dalam kesakitan / kematian ibu dan perinatal
  2. Tempat dan alasan berbagi sistem dan program gagal dalam mencegah kematian
  3. Jenis intervensi yang dibutuhkan
Otopsi verbal adalah informasi tentang sebab kematian digunakan untuk prioritas kesehatan masyarakat, pola penyakit, tren penyakit dan untuk evaluasi dampak upaya preventif ataupun promotif.
 
L. Tujuan AMP
  1. Tujuan Umum : meningkatkan mutu pelayanan KIA di seluruh wilayah kabupaten dalam rangka mempercepat penuruna angka kematian ibu dan perinatal
  2. Tujuan Khusus :
a) Menerapkan pembahasan analitik mengenai kasus kebidanan dan perinatal secara teratur dan berkesinambungan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota, RS kabupaten dan puskesmas.
b) Menentukan intervensi untuk masing-masing pihak yang diperlukan untuk mengatasi masalah-masalah yang ditemukan dalam mengatasi pembahasan kasus.
c) Mengembangkan mekanisme koordinasi antara DKK, RS kabupaten/daerah, dan puskesmas dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi terhadap intervensi yang disepakati.


Morbiditas dan Mortalitas Ibu
Kematian maternal dapat diklasifikasi sebagai berikut :
  1. Kematian langsung karena kehamilannya sendiri
  2. Kematian tak langsung karena penyakit lain
  3. Tidak ada kaitan / dipengaruhi kehamilan, misal kecelakaan lalu lintas, bencana
Kematian Perinatal
Adalah terminologi paling luasyang digunakan untuk menentukan morbiditas bayi dan terminologi ini mencakup stillbirth/lahir mati saat masa neonatal dini.
Klasifikasi kematian perinatal :
1. Kelainan bawaan / cacat bawaan
2. Isoiminisasi / inkomtabilitas serologis
3. Preeklamsia
4. Perdrahan antepartum
5. Kelainan maternal/penyakit yang di derita ibu
6. lain-lain, infeksi neonatal
7. unexplained / tidak dapat dikategorikan
Faktor - faktor yang mempengaruhi Kematian Ibu dan Perinatal
1. Faktor medik : beberapa faktor medik yang melatarbelakangi adalah faktor resiko
a) Usia ibu saat hamil
b) Jumlah anak
c) Jarak antara kehamilan
Komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas :
a) Perdarahan pervaginam, khususnya pada kehamilan trimester tiga, persalinan dan pasca persalinan
b) Infeksi
c) Pre-eklampsi, hipertensi akibat hamil
d) Komplikasi akibat partus lama
e) Trauma persalinan
Keadaan yang memperburuk derajat kesehatan ibu saat hamil :
a) Kekurangan gizi dan anemia
b) Bekerja ( fisik ) berat selama kehamilan
2. faktor non medik
a) Kurangnya kesadaran ibu untuk mendapat pelayanan antenatal
b) Terbatasnya pengetahuan ibu tentang bahaya kehamilan resiko tinggi
c) Ketidakberdayaan sebagian besar ibu hamil di pedesaan dalammpengambilan keputusan untuk dirujuk
d) Ketidakmampuan sebagian besar ibu hamil untuk membayar biaya transpor dan perawatan RS
3. faktor pelayanan kesehatan
a) Berbagai aspek manajemen yang belum menunjang antara lain :
1) belum semua Dati II memberi prioritas yang memadai untuk program KIA
2) kurangnya komunikasi dan koordinasi antara Dinkes Dati II, RS Dati II dan puskesmas dalam upaya kesehatan ibudan perinatal
3) belum mantapnya mekanisme rujukan dari puskesmas ke RS Dati II atau sebaliknya
b) Berbagai keadaan yang berkaitan dengan keterampiplan pemberi pelayanan KIA masih merupakan faktor penghambat
(a). belum ditetapkannya prosedur tetap penanganan kasus kegawatdaruratan kebidanan dan perinatal secara konsisten
(b). kurangnya pengalaman bidan di desa yang baru ditempatkan dalam mendeteksi dan menangani ibu/bayi resiko tinggi
(c). kurang mantapnya keterampilan bidan di puskesmas dan bidan praktik klinik swasta untuk ikut aktif dalam jaringan sistem rujukan saat ini
(d). terbatasnya keterampilan dokter puskesmas dalam menangani kegawat daruratan kebidanan dan perinatal
(e). kurangnya alih teknologi tepat guna (yang sesuai dengan permasalahan setempat) dari dokter spesialis RS II kepada dokter/bidan puskesmas
M. Kebijakan dan Strategi
  1. Kebijakan AMP
a) Peningkatan mutu pelayanan KIA dilakukan secara terus-menerus disamping upaya perluasan jangkauan pelayanan. Upaya peningkatan dan pengendalian mutu antara lain dilakukan melalui kegiatan AMP
b) Peningkatan fungsi kabupaten sebagai unit efektif yang mampu memanfaatkan semua potensi dan peluang yang ada untuk meningkatkan pelayanan KIA di seluruh wilayah
c) Peningkatan berkesinambungan pelayanan KIA di tingkat pelayanan dasar (puskesmas) dan tingkat rujukan primer (RS kabupaten / daerah)
d) Peningkatan kemampuan kabupaten dalam perencanaan program KIA yang mampu mengatasi masalah kesehatan setempat
e) Peningkatan kemampuan manajerial dan keterampilan teknis dari pengelola dan pelaksanaan program KIA
  1. Strategi
a) Peningkatan pelayanan program KIA dengan menerapkan kendali mutu yang antara lain dilakukan melalui AMP
b) DKK sebagai fasililtator bekerja sama dengan RS kabupaten / daerah dan melibatkan puskesmas dan unit pelayanan KIA dalam upaya kendali mutu
c) Dibentuk tim AMP yang selalu mengadakan pertemuan rutin untuk membahas tindak lanjut berdasarkan temuan dari kegiatan audit
d) Program KIA dibuat dengan mempertimbangkan hasil temuan dari kegiatan AMP sehingga diharapkan berorientasi pada pemecahan masalah di tempat
e) Pembinaan puskesmas dilakukan oleh DKK bekerjasama dengan RS dan dilaksanakan secara rutin dalam bentuk yang disepakati oleh tim AMP
 
N. Metode AMP
  1. Pertemuan tim AMP kabupaten : kecamatan melakukan analisis data/laporan dan menentukan kasus yang akan dibahas
  2. Pertemuan pembahasan kasus untuk pemecahan masalah ( problem solving ) :
1) Diikuti oleh semua tim AMP puskesmas ( dokter/bidan )
2) Mengkaji kasus yang menarik : pembelajaran gejala, pengelolaan, rujukan, siapa dan cara menolong, hambatan/kekurangan/masalah, kasus dilaporkan tim puskesmas diikuti penolong
3) Alternatif pemecahan, kesimpulan dan rencana tindak lanjut
4) Pencatatan dan pelaporan
 
O. Langkah-langkah dan Kegiatan AMP
  1. Persiapan
a) Pembentukan tim AMP
1) Pelindung : Bupati/walikota
2) Ketua : Kepala Dinas Kesehatan
3) Wakil Ketua : Direktur RS Dati II
4) Sekretaris : dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan RS, dokter spesialis anak RS
b) Penyebarluasan Informasi dan petunjuk teknis pelaksanaan AMP.
1) Menyampaikan informasi dan menyamakan pesepsi dengan pihak terkait dengan pengertian dan pelaksanaan AMP
c) Menyusun rencana kegiatan AMP
d) Orientasi pengelola program KIA dala pelaksanaan AMP
  1. Pelaksanaan AMP
a) Persiapan pelaksanaan
Menentukan :
1) Kasus yang menarik
2) Lokasi dilakukannya amp
3) Format pencatatan dan pelaporan
b) Pelaksanaan kegiatan AMP
Secara berkala dilakukan pelaksanaan AMP dengan melibatkan : kepala puskesmas dan pelaksana pelayanan KIA di puskesmas, dokter spesialis kandungan dan dokter spesialis anak RS kabupaten/kota dan staf pengelola yang terkait, kepala dinas kesehata dengan staf pengelola program yang terkait, pihak lain yang terkait misal BPS, petugas rekam medis RS kabupaten.
c) penyusunan rencana tindak lanjutterhadap temuan dari kegiatan AMP
  1. Pencatatan dan Pelaporan
a) Pencatatan
1) Puskesmas
(a). Rekam medis yang ada
(b). Formulir r ( rujukan maternal dan neonatal )
(c). Formulir om dan op ( otopsi maternal dan perinatal )
2) Rsud kabupaten
(a). Formulir mp : semua ibu bersalin dan bbl masuk rs, pengisian dilakuka bidan atau perawat
(b). Formulir ma : hasil kesimpulan dari am/ap, yang mengisi adalah dokter yang bertugas di bagian kebidanan dan penyakit kandungan ( untuk kasusu ibu ) dan bagian anak ( untuk kasusu perinatal )
b) pelaporan
1) RSUD kabupaten
(a). Laporan jumlah persalinan normal dan patologis, rujukan dan kematian. Laporan triwulanberisi informasi mengenai kasus ibu dan perinatal yang ditangani rsud kabupaten
(b). Pada tahapawal dilakukan pelaporan komplikasi yang paling sering terjadi pada ibu dan bayi baru lahir
2) Dinas Kesehatan Kabupaten
Pelaporan pelayanan kesehatan maternal dan perinatal
  1. Pemantauan dan Evaluasi
a) Pemantauan
1) Pemantauan melalui laporan masalah yang ditemukan dalam pelaksanaan amp
2) Pemsantauan kegiatan tindak lanjut kegiatan amp
b) Supervisi
Jika terdapat keterbatasan tenaga, dana dan sarana, supervisi dilakukan secara acak disesuaikan dengan masalah.
c) Evaluasi
Dilakukan dengan menggunakan indikator :
1) Kecenderungan case fatality rate ( cfr ) dari tiap jenis komplikasi/gangguan ibu dan perinatal yang diperlukan
2) Proporsi tiap jenis kesakitan ibu / perinatal yang dipantau
3) Cakupan pelayanan ibu hamil, pertolongasn persalinan oleh tenaga kesehatan
4) Frekuensi pertemuan audit di kabupaten dalam satu tahun
5) Frekuensi pertemuan tim AMP di kabupaten dalam satu tahun
AMP diselenggarakan karena tingkat masih tingginya angka kesakitan dan kematian perinatal dan perinatal. Prakarsa Safe Motherhood tahun1987 merumuskan kebijakan dan strategi yang dijabarkan dalam langkah-langkah kegiatan untuk menurunkan AKI. Ternyata sulit untuk mendokumentasikan penurunan AKI secara terukur dan mencegah berulangnya kesakitan/kematian dengan AMP.